Kini rakyat tengah ramai-ramai berceloteh dan mengomentari adanya wacana 3 periode presiden ketimbang 2 periode sebagaimana yang diatur dalam konstitusi. Bahkan, celotehan rakyat ini diseriusi menjadi bentuk penyampaian aspirasi lewat aksi demonstrasi yang dilakukan elemen mahasiswa pada Senin (11/4) di berbagai lokasi di Tanah Air.
Wacana 3 periode presiden menjadi salah satu dari banyak kegaduhan politik selama pandemi Covid-19. Bahkan, wacana 3 episode presiden sebenarnya sudah sejak lama berulang kali ditolak oleh Jokowi sendiri. Ya memang, wacana tersebut bukan datang dari ucapannya sendiri. Lantas, siapa yang pertama kali membuka kegaduhan ini?
Jika ditelusuri, ternyata wacana 3 periode presiden ini bermula kala Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, pada Januari 2022 lalu mengatakan bahwa pengusaha meminta agar Pemilu 2024 diundur.
“Saya sedikit mengomentari begini, kalau kita mengecek di dunia usaha, rata-rata mereka memang berpikir adalah bagaimana proses demokrasi ini dalam konteks peralihan kepemimpinan, kalau memang ada ruang untuk dipertimbangkan dilakukan proses untuk dimundurkan itu jauh lebih baik,” kata Bahlil dalam survei Indikator seperti dikutip, Senin (10/1).
Lebih lanjut, Bahlil mengatakan bahwa alasan para pengusaha meminta Pemilu 2024 diundur karena kini Indonesia masih dalam masa pemulihan ekonomi dan penanganan pandemi Covid-19.
“Kenapa, karena mereka ini baru selesai babak belur dengan persoalan kesehatan. Ini dunia usaha baru mau naik, baru mau naik tiba-tiba mau ditimpa lagi dengan persoalan politik,” ujar dia.
Namun apakah Menteri Bahlil pernah menyebut siapa saja pengusaha-pengusaha tersebut? Dari kalangan mana pengusaha-pengusaha itu? Apakah konglomerat atau kalangan UMKM? Menteri Investasi RI ini tidak menjelaskan lebih lanjut.
Wacana 3 Periode Presiden Melanggar Undang-Undang
Kemudian, dari sini lah terus tergoreng isu bahwa ada sejumlah pihak yang mengenakan Joko Widodo masih menjabat sebagai orang nomor 1 di Tanah Air. Padahal jelas ini merupakan pelanggaran konstitusi yang berlaku. Setiap menteri atau pejabat pemerintah lain termasuk presiden harus mematuhi konstitusi yang ada.
Konstitusi yang dimaksud tertuang dalam UUD 1945 yang telah diamandemen pada tahun 2022 pasal 7 yang dengan tegas dan jelas menyatakan “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan”.
“Big Data” Tiba-tiba Muncul, Dari Mana?
Isu semakin bergulir, membesar, membentuk bola salju. Percepatan membesarnya isu ini juga didorong oleh pernyataan menteri lainnya yang mengatakan bahwa dirinya mempunyai big data 110 juta warganet di Indonesia menginginkan pemilu diundur.
Sontak saja hal ini membuat heboh di kalangan warganet karena tidak pernah merasa dirinya disurvei untuk data tersebut.
“Kita kan punya big data, saya ingin lihat, kita punya big data, dari big data itu, kira-kira meng-grab 110 juta. Iya, 110 juta, macam-macam, Facebook, segala macam, karena orang-orang main Twitter, kira-kira orang 10 jutaan,” ungkapnya di Podcast Deddy Corbuzier pada Maret lalu.
Puncaknya, Presiden Jokowi bertindak cepat menggelar rapat terbatas kabinet bidang Polhukam yang bertujuan untuk memastikan bahwa pemilu legislatif dan pemilu presiden akan tetap dilaksanakan pada 14 Februari 2024 mendatang.
Dan Presiden Jokowi juga lah yang akhirnya menyampaikan secara langsung kepada masyarakat bahwa pemilu tetap dilaksanakan pada waktu semestinya. Tanpa diundur demi semata-semata dirinya mau memperpanjang jabatan.
“Saya kira sudah jelas, sudah tahu bahwa Pemilu akan dilaksanakan 14 Februari 2024,” tambah dia.
Apakah Presiden Jokowi mengatakan hal ini sungguh-sungguh atau hanya demi meredam emosi rakyat semata? Terlebih dengan dikelilingi pihak-pihak yang ingin melanggenggkan kekuasaan eksekutifnya di Tanah Air. Semoga saja Presiden tak melanggar konstitusi dari negara yang masih dipimpinnya sampai 2024 mendatang nanti.
Discussion about this post