Mungkin, akhir-akhir ini celotehan rakyat akan membahas tentang laporan investigatif sebuah media massa di Indonesia yang menguak bahwa menyebutkan bahwa ada beberapa perusahaan tambang nikel di Sulawesi Tengah yang terlibat praktik ilegal. Termasuk tambang nikel milik Anggota Komisi Hukum DPR yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum salah satu partai politik, Ahmad Ali atau akrab disapa Mat Ali.
Laporan investigatif mengungkap kepada rakyat bahwa beberapa perusahaan tambang nikel di Sulawesi Tengah yang tak memiliki persetujuan pencadangan wilayah yang merupakan syarat masuk ke Minerba One Data Indonesia (MODI) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Tambang nikel milik Mat Ali memang memiliki dokumen persetujuan pencadangan wilayah tambang nikel untuk perusahaan tambang nikel PT Graha Mining Utama yang terbit pada 31 Juli 2008. Kala itu, Dinas Pertambangan dan Energi sudah berubah nama menjadi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral. Namun, dokumen ini diduga bercap palsu.
Mat Ali pun menyatakan bahwa untuk mengetahui dokumen perusahaan tambang nikel miliknya palsu atau tidak, harus melakukan verifikasi kepada pemerintah Kabupaten Morowali. Masalahnya, Pemkab Morowali tidak dapat melakukan kroscek, karena buku perizinan tambang milik Mat Ali termasuk salah satu barang bukti yang disita kala dirinya tersandung masalah korupsi perizinan tambang nikel di Sulawesi pada 2012 lalu.
Alur Praktik Ilegal di Lingkup Dunia Bisnis Pertambangan Sulteng
Untuk masuknya suatu perusahaan ke daftar MODI juga diperlukan pengesahan izin pertambangan nikel dari beberapa lembaga terkait yaitu Kejaksaan Tinggi, Pengadilan Usaha Tata Negara, dan Ombudsman.
Dan polemik suap hingga ke pengurusan opini hukum oleh Kejaksaan Tinggi Sulteng yang dapat mempermulus jalan masuk ke MODI sudah lama terjadi. Bahkan, aksi suap-menyuap ini diakui oleh Bupati Morowali periode 2008-2017, Anwar Hafid yang mengakui telah ada dan berkembang pada masa jabatannya. Beberapa pengusaha juga bercerita bahwa mereka perlu merogoh kocek senilai Rp5,5 miliar agar bisa masuk ke MODI lewat jalur pendapat hukum.
Uang panas tersebut biasa disebar ke berbagai pihak, dari mulai DESDM Sulteng, Kejaksaan, hingga pejabat di kementerian ESDM. Bahkan, uang suap untuk Bupati juga disiapkan terpisah sebagai imbalan atas kelancaran pembuatan surat pengantar dokumen pelengkap persyaratan permohonan opini hukum.
Tindakan suap-menyuap ini bisa-bisanya terjadi di tengah perjuangan Indonesia dalam akselerasi kinerja sektor industri pertambangan lewat program hilirisasi. Padahal menurut Booklet Tambang Nikel 2020 Kementerian ESDM, Indonesia diketahui memiliki cadangan sumber daya nikel sebesar 4,5 miliar ton cadangan nikel dengan 1,8 miliar ton terbanyak berada di Sulawesi Tengah.
Dengan adanya kekisruhan ini, tentunya yang paling dirugikan selain masyarakat adalah pihak-pihak yang sudah taat melakukan kegiatan pertambangan hingga program hilirisasi nikel, karena memiliki visi seirama, untuk mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi global supply chain untuk produk mineral nikel.
Discussion about this post