Meski menurut UU Minerba No. 3 Tahun 2022 bahwa hanya Menteri ESDM yang bisa mencabut Izin Usah Pertambangan, kenyataannya 2.056 IUP yang dicabut per kuartal III/2022 dilakukan oleh pihak Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tanpa melalui proses pemberian surat peringatan. Dari sinilah, bermula kepusingan para pengusaha tambang akibat kurangnya sinergi Kementerian ESDM-BKPM
Jika merujuk pada PP No. 96/2021 pasal 185 dinyatakan kalau sanksi administratif untuk pencabutan akan melewati beberapa tahapan. Pertama, diberi peringatan tertulis. Kedua, penghentian sementara. Ketiga, baru ada pencabutan. Selain sanksi itu, perusahaan juga harus diberi denda.
Tapi nyatanya, fakta di lapangan ditemukan kalau pemerintah mengacu pada Keppres No. 1/2022 untuk pencabutan. Dalam pasal 3 Keppres ini disebutkan kalau Presiden juga memberikan rekomendasi kepada menteri Investasi/Kepala BKPM untuk melakukan pencabutan IUP.
Namun yang akhirnya terjadi, ketika Kementerian ESDM baru memberikan surat peringatan ke perusahaan yang IUP-nya akan dicabut, Kementerian Investasi sudah selangkah lebih maju, bahkan sudah mencapai garis finish duluan dengan langsung mencabut IUP.
Keresahan ini juga turut dirasakan APNI (Asosiasi Penambang Nikel Indonesia), “Kami bingung, kami sudah dapat SK pencabutan tapi dari kementerian lain masih memberikan surat peringatan, masih tercatat IUP di Kementerian ESDM. Kami mau lihat ke yang mana? Apakah ESDM dengan mengindahkan sanksi administrasi, atau SK pencabutan dari BKPM?”
Dikatakan oleh APNI, tumpang tindih peran Kementerian ESDM dan BKPM nggak hanya buat mereka kebingungan, namun bisa berdampak pada berkurangnya potensi penerimaan negara khususnya pada penerimaan negara bukan pajak dan royalti hingga 10 persen.
Menurut laporan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, sektor tambang padahal merupakan salah satu sektor ekonomi yang paling meningkat di penerimaan negara bukan pajak dan royalti, yakni meningkat hingga 286,6 persen.
Hal ini membuat rakyat kembali berceloteh. Dengan 2 lembaga negara ini sepakat bekerja sama demi pengelolaan sektor tambang RI menjadi lebih baik, bukankah seharusnya langkah mereka beriringan? Tetapi yang terjadi, malah kurangnya sinergi Kementerian ESDM-BKPM
Apa selama ini baik Kementerian ESDM dan BKPM tidak saling komunikasi? Kalau hanya sekadar sepasang kekasih sih nggak masalah dan nggak urus, karena nggak ngaruh sama hidup rakyat banyak. Lha.. kalau lembaga pemerintah yang nggak saling komunikasi sih, yang pusing tentu saja rakyatnya.
Discussion about this post