Saat Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim bahwa dirinya mempunyai big data 110 juta warganet Indonesia yang menginginkan Pemilu 2024 diundur atau perpanjangan 3 periode presiden tetapi tak kunjung membuktikannya, hal ini menuai kritik dari publik termasuk dari Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah.
Menurut Fahri Hamzah, Luhut seperti berguyon kala menyampaikan hasil big data tersebut.
“Secara keseluruhan (big data, red) itu telah menjadi bagian dari ketidakseriusan kabinet di dalam bekerja menuntaskan sisa jabatan kabinet ini,” ujar Fahri.
Padahal menurut Fahri, akibat ulah si pejabat yang membuat keonaran di publik, sebenarnya bisa dikenakan hukuman karena melakukan pelanggaran etik jabatan.
Fahri pun juga menyinggung kembali pada sebaran berita bohong yang pernah dilakukan Ratna Sarumpaet. Kala itu Ratna pun akhirnya dipenjara 2 tahun karena terbukti bohong.
Tapi menurut Fahri, para pejabat publik yang juga terbukti bohong, terlihat dari enggan membuka big data yang dia maksudkan hingga membuat onar, tak bernasib sama seperti Ratna dan lepas dari konsekuensi hukum.
Konsekuensi hukum yang harus dihadapi masyarakat biasa juga kembali disinggung Fahri kala melihat aksi demonstrasi mahasiswa yang menolak tegas perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi
Dalam cuitan di akun Twitter @FahriHamzah, Fahri menyoroti mahasiswa yang sedang berjuang menolak wacana 3 periode presiden bisa salah mengucapkan kata atau menyampaikan data, tidak dapat didelik dengan pidana pembohongan publik. Lain halnya jika ada pejabat publik yang berbohong. Pejabat publik tak boleh lepas dari ancaman tersebut.
Mahasiswa, apabila salah mengucapkan kata atau menyampaikan data tidak dapat didelik dengan pidana kebohongan publik!. Pejabat publik yang berbohong lah yang dapat didelik dengan pidana kebohongan publik. Paling tidak mereka dapat disebut melakukan pelanggaran etik jabatan!
— #FahriHamzah2024 (@Fahrihamzah) April 17, 2022
Tentu saja sosok pejabat publik dimaksudkan Fahri Hamzah adalah Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
Saran Fahri untuk Jokowi
Padahal kekisruhan ini juga sudah membuat “gerah” presiden Jokowi itu sendiri. Jokowi berulang kali menolak tegas wacana 3 periode presiden, menyuruh pembantunya untuk berhenti membicarakan wacana tersebut hingga turun langsung menjelaskan kepada masyarakat bahwa pemilu 2024 tetap berlangsung sebagaimana waktu seharusnya yakni 14 Februari 2024
Mengenai hal ini, Fahri pun juga menyarankan agar Presiden Jokowi segera melakukan sesuatu agar tak ada lagi mencoreng nama Kabinet Indonesia Maju, seperti mengevaluasi kinerja pembantunya agar semakin baik dan tak lagi sibuk menyebarkan wacana penundaan pemilu.
“Tidak ada cara lain kecuali Pak Jokowi memperbaiki konsolidasi kabinet. Supaya fokus kerja dengan jadwal mandat yang sudah ada,” tegas Fahri.
Discussion about this post