Kasus bisnis tes PCR yang melibatkan Menko Luhut dan Menteri BUMN Erick Thohir lewat anak usahanya yang terafiliasi dengan perusahaan penyedia tes PRC masih belum menemui titik terang. Banyak pihak yang sedang mengawasi jalanan penindakan tegas terhadap kasus bisnis PCR ini, termasuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Direktur Ekonomi Mulyawan Ranamanggala mengungkap KPPU mulai mendalami nama-nama besar perusahaan yang terlibat dalam pusaran bisnis PCR seperti perusahaan yang disebut terafiliasi dengan anak usaha Menko Luhut maupun Menteri BUMN Erick Thohir. Serta melakukan verifikasi apakah semua itu benar atau tidak.
Selain melakukan verifikasi terhadap nama-nama perusahaan besar tersebut, KPPU juga menganalisis kelompok usaha perusahaan laboratorium tes PCR untuk melihat seberapa besar kekuatan dari bisnis tersebut selama ini.
Pasalnya, KPPU juga menemukan bahwa ada pihak-pihak yang memanfaatkan kebijakan yang dibuat pemerintah demi mengambil keuntungan berlebih dan membuat persaingan usaha yang tidak sehat dalam bisnis tes PCR ini.
Cara pihak tersebut meraih keuntungan lebih di bisnis PCR adalah dengan penggabungan biaya tes Covid-19 dengan biaya konsultasi hingga dua kali lipat, “Itu lantaran banyak pelaku usaha atau klinik yang membuka praktik PCR, dan menawarkan paket bundling dengan harga yang berbeda-beda,” terang Mulyawan.
Masih seputar penyelenggaraan tes PCR, KPPU juga menyoroti peran pemerintah yang tidak menjadi kontrol pusat dalam hal ini. Diketahui merek Reagen PCR yang beredar saat 2020 didominasi oleh swasta sebanyak 85%.
Dan pihak swasta menggunakan alasan mesin PCR dan reagen yang diimpor membuat harga tes PCR masih tinggi. Pemerintah pun juga ikut andil masih membuka keran impor untuk alat-alat kesehatan tersebut.
Maka dari itu, KPPU meminta pemerintah sebaiknya juga terbuka dan transparan dalam pengadaan alat kesehatan termasuk Reagen PCR.
Senada, saran kepada pemerintah soal tes PCR juga diungkap oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yaitu pemerintah harusnya mengatur semua penyelenggara tes PCR terlebih pihak swasta terkait batas margin keuntungan yang boleh diambil. Dan menurut Agus selaku pengurus YLKI, batas wajar keuntungan yang bisa diambil adalah hanya 20-25% dari biaya total produksi.
Karena sejatinya tes PRC hanya untuk mendeteksi apakah ada virus Covid-19 di tubuh manusia. Maka dari itu, tidak etis jika dijadikan ladang berbisnis meraup cuan.
Discussion about this post