Presiden Jokowi belum lama ini menitahkan agar harga tes PCR menjadi Rp300 ribuan. Nominal ini menjadi ambang tertinggi untuk diimplementasikan. Hal ini kemudian diumumkan secara langsung oleh Menteri Koordinator Kementerian Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden, termasuk pula dengan perubahan masa berlaku hasil tes PCR, “Masa berlakunya 3×24 jam,” kata Luhut kala itu.
Namun, penurunan harga PCR ternyata diikuti dengan kebijakan pemberlakuan bukti negatif swab test RT-PCR di semua moda transportasi. Luhut kemudian menyebutkan bahwa syarat tersebut dibuat guna mencegah penularan akibat mobilitas tinggi di saat libur Nataru.
Fakta Mengejutkan Dibalik Penurunan Harga Tes PCR
Penurunan harga tes PCR tetapi diikuti dengan kebijakan pemberlakuannya di semua moda transportasi mulai menuai kecurigaan publik karena tidak masuk akal. Dan benar saja, akhirnya, ICW berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan di benak masyarakat bahwasanya ada kepentingan bisnis tes PCR dibalik semua ini.
Wana Alamsyah, Peneliti Indonesia Corruption Watch menaksir keuntungan-keuntungan bisnis PCR sejak Oktober 2020 hingga Agustus 2021 mencapai Rp10,46 triliun dan belum dihitung keuntungan yang didapat importir, “Keuntungan fantastis,” tutur Wana.
Keterlibatan Menko Luhut di Bisnis PCR
Tidak hanya fakta dari ICW yang mengejutkan masyarakat. Kembali publik dibuat heboh dengan dugaan bahwa dua anak usaha milik Menko Kementerian Kemaritiman dan Investasi yaitu Luhut Binsar Pandjaitan terafiliasi dengan PT Genomik Solidaritas Indonesia (PT GSI), penyedia laboratorium untuk tes PCR. Tak tanggung-tanggung, PT Toba Sejahtera dan PT Toba Bumi Energi, masing-masing mempunyai 242 lembar saham senilai Rp242 juta.
Lewat klarifikasi resmi dari Jubir Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahadi, secara tersirat publik jadi mengetahui dan menghitung secara kasar berapa total keuntungan yang bisa diraup Luhut dari dugaan keterlibatannya di dalam bisnis tes PCR. Kata Jodi, bosnya tak memiliki kontrol perusahaan karena saham yang dimilikinya di bawah 10 persen.
Pun, bila Luhut memiliki saham mentok 10 persen, dirinya tetap bisa meraih keuntungan Rp30 triliun per 1 juta orang yang tes usap PCR dengan harga terbaru, Rp300 ribuan. Nilai itu tetap fantastis, meskipun pundi yang didapatkan turun dibanding kala harga tes PCR masih jutaan.
Tapi seperti kata pepatah, banyak jalan menuju roma, publik berasumsi Luhut berhasil menyelamatkan bisnis tes PCR miliknya dengan membuat kebijakan pemberlakuan PCR di moda transportasi.
Discussion about this post