Lagi dan lagi, celotehan dari Menteri Koordinasi Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menuai reaksi masyarakat. Bagaiman tidak, Luhut mengklaim bahwa dia memiliki big data, berisikan 110 juta pengguna media sosial di Indonesia yang setuju bahwa Pemilu 2024 diundur.
“Kita kan punya big data, saya ingin lihat, kita punya big data, dari big data itu, kira-kira meng-grab 110 juta. Iya, 110 juta, macam-macam, Facebook, segala macam, karena orang-orang main Twitter, kira-kira 10 jutaan,” ungkapnya di sebuah Podcast pada Maret lalu.
Sontak saja menjadi perbincangan karena tak ada satu pun warganet yang merasa diikutsertakan dalam survei yang mempertanyakan penundaan Pemilu 2024. Ramai-ramai rakyat berulang kali meminta sosok ini membuka big data yang dimaksudkan.
Namun dirinya kukuh enggan membuka big data yang ia pegang. Hingga akhirnya mahasiswa UI merangsek maju ke hadapannya dan menantang langsung untuk membuka big data kala Luhut menghadiri acara Minister Talk di Gedung Balai Sidang UI pada Selasa (12/4) kemarin.
Alih-alih mendapat jawaban, sosok ini dengan tegas mengatakan, “Dengerin kamu anak muda, kamu nggak berhak juga tuntut saya, karena saya juga punya hak untuk tidak memberi tahu,” lantang sosok tersebut.
Penolakan sosok tersebut membuka big data 110 juta warganet di depan mahasiswa UI menuai tanggapan dari para tokoh publik. Dari pengamat politik Rocky Gerung, Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti hingga Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun. Bagaimana tanggapan mereka?
Rocky Gerung: Cara Berargumentasi Luhut Buruk
Menurut pengamat politik tersebut, cara Luhut berargumentasi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) buruk.
“Cara berargumentasi yang buruk, seolah-olah beliau adalah senior, maka dia boleh nasehatin yang junior. Engga itu dalam keluarga boleh, tetapi dalam universitas engga boleh prinsip itu,” katanya, dikutip dari kanal YouTube miliknya, Kamis, (14/4).
Lebih lanjut Rocky pun menyoroti bahwa jika Luhut tak ingin membuka big data, maka dirinya harus menerima konsekuensi dicap sebagai pembuat kebohongan besar atau Big Lies!
La Nyalla: Yang Disampaikan Luhut adalah Bohong
Tak hanya Rocky Gerung yang mengatakan Luhut adalah pembohong. juga menyampaikan bahwa data 110 juta warganet menunda Pemilu 2024 itu bohong. Dan dirinya juga mengimbau masyarakat jangan terpengaruh dengan klaim Luhut tersebut.
“Yang disampaikan saudara Luhut Binsar itu adalah bohong ya, saya hanya sampaikan itu saja,” kata La Nyalla dalam agenda Public Expose DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/4/2022).
Refly Harun: Luhut Pantas Dipenjara
Meskipun pejabat legislatif telah mengatakan bahwa Luhut berbohong, namun hingga kini belum ada satupun sanksi yang diberikan oleh Presiden Jokowi, semisal di-reshuffle hingga dipenjara akibat hoaks yang ia sebarkan dan membuat keonaran di masyarakat.
Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun yang mengatakan luhut juga bisa dipenjara atas apa yang dilakukan , erlebih dengan tidak mau buktikan pernyataan terkait big data 110 juta warganet menunda Pemilu 2024.
“Coba bandingkan dengan kasus berita bohong yang dikenakan kepada mereka, tidak ada apa-apanya dibandingkan Luhut. Dia (Luhut) lebih layak untuk dipenjarakan, kalau mereka saja dipenjara,” katanya
Mereka yang dimaksud oleh Refly Harun adalah para pengkritik pemerintah dan terjerat pasal 14 UU nomor 1 tahun 1946 yaitu Habib Rizieq, Habib Bahar, Anton Permana, Syahganda Nainggolan, dan Jumhur Hidayat.
Ya, ucapan Luhut yang mengindikasikan bahwa Pemilu 2024 bisa diundur jelas melanggar konstitusi yang ada di Indonesia. Sebagaimana yang tertera pada UUD 1945 yang telah diamandemen pada tahun 2022 pasal 7: “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.”
Discussion about this post